Tahun
2014 ini Indonesia kembali di sibukkan dengan pemilihan umum (pemilu) yang
mencakup pemilihan calon legislatif (caleg) dan calon presiden (capres) dan
wakil presiden (cawapres). Hal ini secara otomatis menguji kembali rasionalitas
rakyat dalam memilih pemimpin yang kemudian menjadi penentu bagi kesejahteraan
mereka dalam 1 periode. Lagi-lagi rakyat harus benar-benar jeli dalam mengambil
keputusan. Bukan hanya karena dia (calon) teman, tetangga, kolega, maupun
kerabat.
Sosok
seorang pemimpin tentu sangat dibutuhkan dalam suatu negara. Tidak hanya itu,
komunitas, himpunan, paguyuban, bahkan keluarga juga sangat membutuhkan seorang
pemimpin. Tugas seorang pemimpin menurut al-mawardi[1] dalam
kitab Ahkamus sulthaniyah, Abu Hasan
al-Mawardi, adalah :
1. Memelihara Agama bedasarkan undang-undangnya
yang telah tetap dan bedasarkan apa yang telah disepakati Ulama Salaf Ummat
2. menerapkan hukum terhadap yang berselisih, dan
menyelesaikan sangketa diantara yang bersangketa sehingga keadilan menyeluruh.
3. Menjaga keamana umum agar manusia bebas
berusaha bebas mencari penghidupan dan dapat melakukan perjalanan dengan aman,
tidak terancam jiwa dan hartanya
4. Menegakkan Pidana, supaya terjaga apa yang
diharamkan Allah, dan hak-hak hamba.
5. Menguatkan ketahanan negara, dan menyiapkan
kekuatan yang dapat menolak musuh.
6. Berjihad melawan musuh-musuh islam setelah
disampaikan dakwah untuk masuk islam atau menjadi dzimmi.
7. Mengumpulkan harta fi’ (rampasan perang), dan
shadaqah yang diwajibkan syara’
8. Menetapkan pengeluaran dan hak-hak pada baitil
mal (kas negara)
9. Mengangkat orang-orang yang dipercaya
untuk memangku jabatan dan untuk menyerahkan hak
pengelolaan keuangan Negara.
10. Mengendalikan langsung dan memeriksa
urusan-urusan pemerintahan dan menyelediki keadaan
Terlepas
dari tugas-tugas seorang pemimpin tersebut, seorang pemimpin juga harus masuk
dalam kriteria-kriteria yang kemudian menjadi syarat bagi seorang pemimpin[2]
diantaranya :
1. Bersifat adil (al-’adalah).
2. Berpengetahuan (al-’alim).
3. Memiliki kemampuan mendengar, melihat
dan berbicara secara sempurna.
4. Mempunyai kondisi fisik yang sehat.
5. Memiliki kearifan dan wawasan yang memadai
untuk mengatur kehidupan rakyat dan mengatur kepentingan umum.
6. Memiliki keberanian untuk melindungi wilayah
kekuasaan Islam dan untuk mempertahankannya dari serangan musuh.
7. Berasal dari keturunan quraissy.
Terkait dengan kepemimpinan ini, Allah SWT. Juga telah
menyampaikan dalam salah satu ayat al-Qur’an-Nya yakni dalam surat al-hajji:41
yang artinya : “(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.” Dan dalam surat An-Nisa:58 : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila mendapatkan hukum dan antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil,”
Tulisan ini tidak
hanya sekedar coretan yang ditulis untuk mengisi kekosongan, namun harapan
penulis masyarakat Indonesia dapat memilih pemimpinnya dengan jeli dan sesuai
dengan kriteria pemimpin yang baik dan kemudian masyarakat mempunyai alasan
atas pilihannya. Jadi bukan lagi karena “uang”. Di islam sendiri, ada yag
namanya prinsip dasar kepemimpinan yang kemudian juga dapat membantu pembaca
memahami betul perihal “kepemimpinan” ini. Islam memberikan dasar-dasar normatif dan
filosofis tentang kepemimpinan yang bersifat komprehensif dan universal. Tidak hanya untuk umat Islam tapi juga untuk seluruh umat
manusia. Prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam adalah sebagai berikut:
I.
Hikmah, ajaklah manusia ke jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan nasehat yang baik lagi bijaksana (QS. al-Nahl:125). D
II.
Diskusi, jika ada perbedaan dan
ketidaksamaan pandangan, maka seorang pemimpin menyelesaikan dengan diskusi dan
bertukar pikiran (QS. al-Nahl:125).
III.
Qudwah, kepemimpinan menjadi efektif apabila
dilakukan tidak hanya dengan nasihat tapi juga dengan ketauladanan yang baik
dan bijaksana (QS. al-Ahdzab:21).
IV.
Musyawwarah, adalah suatu bentuk pelibatan
seluruh komponen masyarakat secara proporsional dalam keikutsertaan dalam
pengambilan sebuah keputusan atau kebijaksanaan
(QS. Ali Imran:159, QS. As-Syura:38).
V.
Adl, tidak memihak pada salah satu pihak. Pemimpin
yang berdiri pada semua kelompok dan golongan, (QS.al-Nisa’:58&135, QS.
al-Maidah:8)
VI.
Kelembutan hati dan saling mendoakan.
Kesuksesan dan keberhasilan Rasulallah dan para sahabat dalam memimpin umat,
lebih banyak didukung oleh faktor performa pribadi Rasul dan para sahabat yang
lembut hatinya, halus perangainya dan santun perkataannya. Maka Allah SWT
menempatkan Muhammad Rasulallah sebagai rujukan dalam pembinaan mental dan
moral sebagaimana firmannya, ”Laqad kana lakum fi Rasulillahi uswatun hasanah”
(Sungguh ada pada diri Rasul suri tauladan yang baik), (QS. al-Ahdzab:21 dan
al-Qalam:10).
VII.
Dari prinsip dasar kepemimpinan Islami
adalah kebebasan berfikir, kreativitas dan berijtihad. Sungguh amat luar biasa,
sepeninggal Rasulallah para sahabat dapat menunjukkan diri sebagai sosok
pemimpin yang mandiri, kuat, kreatif dan fleksibel.
VIII.
Sinergis membangun kebersamaan.
Mengoptimalkan sumber daya insani yang ada. Hebatnya Rasulullah salah satunya
adalah kemampuan beliau dalam mensinergikan dan membangun kekuatan dan potensi
yang dimiliki umatnya. Para sahabat dioptimalkan keberadaannya. Keberbedaan
potensi yang dimiliki sahabat dan umat dikembangkan sedemikian rupa, sehingga
menjadi pribadi-pribadi yang tangguh baik mental maupun spritualnya.[3]